A. Mustofa Bisri | Biografi Singkat, Keunikan, dan Karyanya
A. Mustofa Bisri lebih
akrab dipanggil Gus Mus. Kiai yang juga sastrawan ini lahir di Rembang, 10 Agustus
1944. Hingga kini memimpin Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin yang ada di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Istrinya bernama Siti
Fatimah. Ayah A. Mustofa Bisri bernama
K.H. Bisri Mustofa dan ibunya bernama H. Ma'rafah Cholil.
Kiai ini tidak penah
sekolah di sekolah formal. Setiap jenjang ditempuh di pesantren. Pendidikan
yang ditempuhnya adalah Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, kemudian di Pondok
Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Kemudian belajar di pesantren
ayahnya Raudlatuh Thalibin, Rembang, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
KH. Ahmad Mustofa Bisri - Sastrawan yang Sekaligus Ulama |
Gus Mus pernah ditunjuk
sebagai Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 1994-1999 dan 1999-2004. Sempat juga menjadi
plt Rais Am PBNU sepeninggal Kiai Sahal Mahfudz.
Sepulang dari kuliah dari
Al-Azhar Kairo sekitar tahun 1970-an, Gus Mus aktif menulis artikel ilmiah
populer yang dimuat pada majalah Intisari. Tulisannya juga dimuat di beberapa
surat kabar daerah.
Tulisan di Intisari tidak
terdokumentasi dengan baik, Gus Mus mengingat penah menulis tentang Umi Kuslum,
penyanyi legendari dari Mesir yang sangat terkenal.
Saat awal menulis Gus Mus
menggunakan nama M. Ustov Abi Sri dalam tulisan-tulisan tersebut. Gus Mus juga menulis
artikel di majalah Astaga, juga menulis cerpen, salah satu cerpennya berjudul "Negeri Takut".
Karya-karya A. Mustofa
Bisri dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Sebagai kiai yang juga
seniman dan sastrawan Gus Mus menulis banyak sekali genre sastra. Maka
karnyanya dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis.
Karya Mustofa Bisri Jenis
Yang pertama: Kumpulan Sajak. Ada delapan buku kumpulan puisi yang sudah
diterbitkan yaitu;
1) Ohoi, Kumpulan Puisi
Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1989 dalam bentuk stensilan, 1991, 1994)
2) Tadarus (Prima Pustaka,
Yogyakarta, 1993)
3) Pahlawan dan Tikus
(Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996),
4) Rubaiyat Angin &
Rumput (Humor dan PT Matra Multi Media, Jakarta, 1995),
5) Wekwekwek, Sajak
Bumilangit (Risalah Gusti, Surabaya, 1996);
6) Gelap Berlapis-lapis
(Fatma Press, Jakarta, 1998),
7) Gandrung, Sajak
Cinta-Cinta (Al-Ibriz, Rembang, 2001), d
8) Negeri Daging (Bentang, Yogyakarta,
2002).
Biasanya puisi-puisi karya
Gus Mus sebelum dibukukan terlebih dahulu dimuat di surat kabar. Beberapa di
antaranya adalah Di Basrah; Di Pelataran Agungmu nan Lapang.
Ada lagi puisi Gus Mus yang
unik, yaitu puisi yang berjudul Rasanya Baru Kemarin. Puisi ini digubah
dan diubah oleh Gus Mus setiap kali menjelang 17 Agustus. Juga dekat dengan
waktu ulang tahunnya, 10 Agustus. Pengubahan Puisi Rasanya Baru Kemarin disesuaikan
dengan kondisi zaman yang terkini.
Selain surat kabar, buku
kumpulan puisi, karya Puisi Gus Mus juga diterbitkan bersama dengan penerbit
yang lain. Sajak-sajak Gus Mus dimuat dalam kumpulan puisi Hijau Kelon &
Puisi 2002. Kumpulan puisi ini dieditori oleh Sutardji Calzoum Bachri.
Sebelum dikenal sebagai
penyair, Gus Mus sudah menulis sajak di koran lokal, antara lain Sophia Weekly,
tebitan Semarang. Sementara sajak yang pertama dibuat oleh Gus Mus adalah puisi
karyanya yang dimuat di majalah dinding di Kampus Al Azhar.
Gus Mus juga menulis cerita
anak. Judul cerita anak yang pernah ditulis oleh Gus Mus adalah Awas Manusia
dan Nyamuk yang Perkasa. Ada pula karnyanya yang berupa terjemahan dalam
bahasa Jawa. Misalnya “Al Muna” dan “Syair Asmaul Husna”.
Tentu sebagai kiai, Gus Mus
tidak hanya menelurkan karya sastra tetapi juga aktif menulis esai keagamaan.
Beberapa esai keagamaannya merupakan karya terjemahan. Esai-esai tersebut
dibukukan dan diterbitkan dengan judul:
Ensiklopedi Ijmak;
Maha Kiai Hasyim Asy’hari;
Mutiara-Mutiara Benjol ;
Saleh Ritual Saleh Sosial:
Esai-Esai Moral ;
Pesan Islam Sehari-hari: Ritus Dzikir dan
Gempita Ummat ;
Fikih Keseharian: Bunga Rampai Masalah-Masalah
Keberagaman ;
Canda Nabi & Tawa Sufi ;
Melihat Diri Sendiri;
Selain sastrawan, Gus
Mus juga dikenal sebagai pelukis.
Lukisannya pernah dipamerkan di Hotel Hyatt Surabaya. Pameran lukisan tersebut
bertajuk Tiga Pencari Teduh, bersama denang D Zawawi Imron, dan H. Amang
Rachman.
Pada tahun 2003, ketika
goyang ngebor pedangdut Inul Daratista menimbulkan pro dan kontra dalam
masyarakat, Gus Mus justru memamerkan lukisannya yang berjudul "Berdzikir
Bersama Inul". Dalam lukisan itu, tampak beberapa kiai duduk melingkar, di
tengah ada sesosok manusia sedang bergoyang.
Bakat lukis Gus Mus sudah
diasah sejak remaja. Ketika nyantri di Krapyak, Yogyakarta, Gus Mus sering
bertandang ke kediaman maestro lukis Indonesia, Affandi. Gus Mus sering melihat
secara langsung ketika Affandi melukis.
Pada akhir 1998, Gus Mus, memamerkan
99 lukisan amplop, besera 10 lukisan bebas dan 15 kaligrafi. Pameran tersebut
digelar di Gedung Pameran Seni Rupan Depdikbud, Jakarta. memamerkan sebanyak 99 lukisan amplop,
ditambah 10 lukisan bebas dan 15 kaligrafi, digelar di Gedung Pameran Seni
Rupa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Comments
Post a Comment